Jakarta, mediareportasetipikor.com - Ketua Presidium Forum Pers Independent Indonesia (FPII), Kasihhati menyikapi langsung pernyataan Ketua Dewan Pers prof Dr Mohammad Nuh, yang beredar diberbagai media online, bahwa perusahaan pers yang telah memiliki legalitas hukum seperti akta pendirian (PT) dan (SIUP) dianggap belum cukup sehingga harus mendapat ijin dari Dewan Pers, dengan analogi pengembang perumahan, meski sudah mengantongi ijin mendirikan bangunan atau IMB (dari Dewan Pers).

Pada saat melakukan verifikasi faktual di beberapa media di Makassar belum lama ini, M.Nuh mengibaratkan, perusahaan pers sebagai keluarga, sehingga yang belum daftar harus mendaftar, agar masuk dalam keluarga,karena menurutnya kalau ada anak diluar nikah harus didaftar agar dapet warisan.

Menanggapi hal tersebut, Kasihhati menilai Muhammad Nuh Tidak mengerti dan tidak memahami sejarah Pers dan Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,”Pernyataan Ketua Dewan Pers ini membuktikan bahwa Ketua Dewan Pers adalah pengkhianat diantara pejuang-pejuang Pers yang sudah berdarah darah memperjuangkan kemerdekaan Pers, dan pernyataan itu juga membuktikan bahwa Muhammad Nuh tidak memahami undang undang dasar 45 dan Pancasila.

Bagaimana Muhammad Nuh mau menjadi bapaknya insan pers di seluruh Indonesia, kalau tidak mengerti tentang dunia Pers dan undang undang Pers, wajar kalau sikapnya diktator dan sok berkuasa, mengalahkan kekuasaan Allah SWT,”tegasnya.

Saya tidak mengerti lanjut Kasihhati, seorang yang berpendidikan tinggi seperti Muhammad Nuh bisa membuat kebijakan sepihak yang melanggar Undang Undang Pers dan hak azasi manusia, harusnya Muhammad Nuh dan anggota Dewan Pers memahami Undang Undang Pers dan Undang Undang Dasar agar tidak membuat kebijakan yang nyeleneh.

Kasihhati menghimbau agar Dewan Pers tidak membuat pernyataan ataupun membuat surat edaran yang dapat menganggu aktivitas insan pers dan jangan sembarangan menuduh perusahaan pers yang tidak diverifikasi Dewan Pers dan wartawan yang tidak ikut UKW ilegal, karena semua dilindungi undang undang dan negara.

“Apa mata Muhammad Nuh Ketua Dewan Pers) tidak melihat bahwa tahun 2017 kita sudah melakukan aksi (lihat : youtube, aksi 203 fpii dan aksi 134 fpii) yang dilakukan FPII saat menyikapi hal-hal yang terkait dengan kriminalisasi dan diskriminasi terhadap wartawan?”

Masih menurutnya, pernyataan tersebut juga salah satu bentuk pengungkapan bahwa diri Ketua Dewan Pers itu “GAGAL” membina wartawan dan media yang begitu pesat berkembang sekarang ini. Belum lagi produk Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang memakan biaya Rp. 1,5-3 juta/orang. “Berapa rupiah total yang telah diraup?, kemana anggaran puluhan bahkan ratusan juta hingga Miliaran rupiah yang dikucurkan pemerintah tiap tahun untuk DP?” tanyanya.

Kasihhati menegaskan, Ketua Dewan Pers yang sekarang ini menganggap bahwa dirinya merupakan seorang “PENGUASA” di dunia Pers sudah lepas kontrol seolah sebagai HAKIM yang memutuskan vonis hukuman bagi terpidana. “Hal inilah yang patut dipertanyakan dan dicurigai tingkat pendidikan seorang Ketua Dewan Pers. Bukannya menyatukan suatu perbedaan pandangan, malah memecah belah. Apa ini yang dinamakan seorang ketua?” ucap Kasihhati.

“Harusnya Ketua Dewan Pers calling down, bertobat dan minta ampun kepada Tuhan YME Kata wanita yang akrab dipanggil Bunda ini yang juga ketua Presidium Dewan Pers Independen, Kasihhati mengingatkan kepada Pengurus dan Anggota FPII seluruh Indonesia untuk terus berjuang membela kemerdekaan pers sejati, melaksanakan peliputan sesuai kaidah kode etik jurnalistik. (red)
Share To:

Media Reportase Tipikor

Post A Comment:

0 comments so far,add yours